Minggu, 07 Februari 2016

Bukan sebuah cerpen : Belajar ikhlas sampai maut menjemput

بسم الله الرحمن الرحيم

Sungguh, ikhlas itu dibutuhkan disetiap perkara.

وَمَا أُمِرُوا إِلا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَة

"Padahal mereka tidak disuruh, kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya, dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus." – (QS.98:5)

Inilah ayat. Yang seharusnya terus aku baca. Aku fahami tafsirnya. Dan terus menjadi motivasi hidup. Bertahan.

Dan ikhlas itu bukan sekedar urusan rukun islam yang lima.
Karena yang namanya ikhlas, syarat sah nya diterimanya segala macam ibadah.

Dan yang aku tahu, ibadah tak terbatas lima. Syahadat, sholat, puasa, zakat dan haji. Tapi lebih dari itu. Lebih.

Terlebih setelah aku statusku berubah menjadi seorang istri. Ditambah aku dipanggil "ummi". Subhaanallah...
Aku harus banyak-banyak bersyukur.

“Karena itu, ingatlah kamu kepada-Ku niscaya Aku ingat (pula) kepadamu,dan bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu mengingkari (ni’mat)-Ku.“(QS. 2:152)

Ibadah. Dia mencakup segala sesuatu yang dicintai dan diridhai Allah. Baik dari apa yang tersembunyi dalam segumpal darah -hati-. Atau yang keluar dari lisan. Atau yang dilakukan dengan anggota badan. Lahir dan batin.
Maka ikhlas, dibutuhkan atas semua itu.

Termasuk urusan cinta.
Ketika cinta memang tak seindah khayalan roman picisan.
Ketika cinta memang tak seperti imajinasi novel romantis.
Ketika cinta memang tak sama dengan kedustaan film.
Ketika cinta memang bukan skenario drama atau sinetron.
Fatamorgana.

Maka dalam mencintai, kita pun butuh ikhlas.
Mencintai dan membenci karena Allah saja.
Ini prinsip.

Ketika mencintai ibu  atau ayah kita. Maka kita harus mencintainya karena Allah. Karena memang Allah yang memerintahkan kita, untuk mencintai keduanya -birul walidain-.

وَقَضَى رَبُّكَ أَلَّا تَعْبُدُوا إِلَّا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا إِمَّا يَبْلُغَنَّ عِنْدَكَ الْكِبَرَ أَحَدُهُمَا أَوْ كِلَاهُمَا فَلَا تَقُلْ لَهُمَا أُفٍّ وَلَا تَنْهَرْهُمَا وَقُلْ لَهُمَا قَوْلًا كَرِيمًا

وَاخْفِضْ لَهُمَا جَنَاحَ الذُّلِّ مِنَ الرَّحْمَةِ وَقُلْ رَبِّ ارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانِي صَغِيرًا
الإسراء

Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.  Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil".

Begitu juga, ketika mencintai suami.
Kita semua faham bahwa derajatnya lebih tinggi diatas kita-istri-.
Dan cinta itu, seperti berada dalam sebuah kapal. Ada suami sebagai nahkoda, istri dan anak-anak sebagai penumpang.
Maka perahu cinta, tak aman dari ombak bahkan badai.
Karena perahu tak sedang berlayar di taman berbunga. Tapi perahu sedang berlayar di lautan lepas. Fahami itu.

Maka pasti ada, kecewa, sedih, tangis, atau emosi di dada. Sangat dimaklumi, karena kaum hawa memang perasa. Itulah yang membuat dia butuh Imam, agar separuh agama dan akalnya terbimbing oleh seseorang yang sempurna akal dan agamanya.

Maka bahagia itu pasti ada. Demikian juga kesedihan, pasti datang. Justru, bumi ini adalah darul bala. Tempatnya ujian. Maka tak mungkin berisi canda tawa romantisme terus menerus sampai akhir hayat.

Suami-istri.
Sebuah ikatan suci yang menyatukan dua hati. Bahkan dua keluarga. Lalu ada anak-anak. Yang kita semua berharap pasti ujungnya adalah ini:

رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا
[Ya Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami, isteri-isteri kami dan keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam bagi orang-orang yang bertakwa]. (QS. Al Furqon: 74)
Al Qurtubhira himahullah berkata,
ليس شيء أقر لعين المؤمن من أن يرى زوجته وأولاده مطيعين لله عز وجل.“

Tidak ada sesuatu yang lebih menyejukkan mata seorang mukmin selain melihat istri dan keturunannyataat pada Allah ‘azza wa jalla.” Perkataan semacam ini juga dikatakan oleh Al Hasan Al Bashri. (Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 10/333)

Bahkan, mungkin sejak sebelum dikhitbah, kita sudah sering mengemis ini kepada Rabb kita. Allah 'azza wa jalla.

Sungguh, perahu tak sedang berlayar di taman berbunga.

Ketika suami marah tanpa atau dengan alasan.
Ketika suami menjawab "tidak" atas permintaan kita.
Ketika suami berseberangan pendapat dengan ide kita.
Ketika suami tidak suka masakan kita.
ketika suami berulang kali melakukan kesalahan yang sama.
Ketika suami tidak mau mengerti menurut versi kita.
Ketika suami tidak memahami apa yang kita rasakan dan apa mau kita..
Ketika..
Ketika ..
Ketika.....
Ketika memang masalah tak hanya sesimple itu.
Disinilah.
Disinilah sangat diuji keikhlasan kita.

Kita melayani suami. Itu mudah ketika cinta mengalir indah.
Tapi bilamana ada rasa kecewa dan sekian riak-riak cinta.. maka BERAT yang akan terasa.
Anda bayangkan, senyum kepada orang yang telah menyakiti kita ? Bagaimana?
Tidak masalah.
Kok bisa?

Ya karena ikhlas. Mencoba selalu tersenyum disetiap hempasan ombak bahkan badai. Meski kadang mual dan muak.
Tapi SABAR adalah wajib.

Jika tidak, bagaimana mungkin kita akan nekat menceburkan diri kelautan karena ingin segera lepas dari hantaman badai?

Tersenyum dan berusaha selalu ikhlas. Mencintai bukan semata ingin dibalas cintanya oleh makhluk. Tapi karena Allah.
sehingga ketika suatu saat kita disakiti atau tersakiti atau merasa sakit, kita akan selalu ingat: "Aku mencintaimu kareba Allah. Karena Allah perintahkan aku memuliakanmu, melayanimu, bila kau balas dengan baik, maka itu adalah nikmat besar dari Rabb-ku, dan bila tidak..... maka aku serahkan kepada Allah. Semoga Allah melimpahkan kesabaran yang banyak padaku.."

***
belum selesai